“Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda mau, Anda tidak bisa mengajarkan apa yang Anda tahu. Anda hanya bisa mengajarkan siapa Anda”
Sebelum kita lebih jauh mengkaji tentang topik yang akan dibahas kali ini, kita akan memahami dulu tentang proses belajar. Ya, proses belajar bagaimana otak menyerap informasi. Inilah yang seringkali diabaikan, kita sebagai orangtua inginnya seringkali “memaksa” anak mengerti tentang sesuatu hal dan “jalankan” seperti komputer, beri perintah dan tekan “Enter”.
Dari penelitian di berbagai belahan dunia yang terus berkembang, hasil riset tentang teknik penyerapan informasi ke otak dibagi menjadi 5 tahap :
- Membaca dengan prosentase penyerapan informasi 10%
- Mendengar dengan prosentase penyerapan informasi 20%
- Mendengar dan Melihat dengan prosentase penyerapan informasi 50%
- Mengatakan dengan prosentase penyerapan informasi 70%
- Mengatakan dan melakukan dengan prosentase penyerapan informasi 90%
Dari informasi diatas mudah bagi kita untuk mengetahui cara yang paling efektif untuk mendidik karakter anak bukan? Kalau ingin hasilnya maksimal dengan penyerapan diatas 50%, maka metode mendidiknya harus disesuaikan dengan cara otak menyerap informasi.
Tentunya cara itu adalah kombinasi antara Melihat, Mendengar, Mengatakan dan Melakukan. Saya akan membagi 2 tahap penjelasan, yaitu:
1. Melihat dan Mendengar
Adalah proses belajar yang ada contoh dan ada pengajarnya. Jika di sekolah tentunya guru yang akan bersuara, jika di rumah maka orangtua. Sebagai guru tentunya harus memberikan contoh dan model karakter yang dikehendaki anak didiknya, bagaimana serta mengajarkan “How To Achieve”.
Jadi pada dasarnya semua guru di sekolah bisa menjadi guru pendidikan karakter, jika berkomitmen untuk menjadi contoh dan mau menjelaskan bagaimana agar anak dapat memiliki karakter seperti gurunya.
Sama halnya orangtua yang ada di rumah, anak hanya 30% berada di sekolah, 10-15% lingkungan sosialnya dan sisanya di rumah. Maka porsi terbesar adalah orangtua yang menjadi guru pendidikan karakter bagi anaknya.
Seorang anak dari bayi, dia tidak mengenal bahasa. Saat dia kecil dia belajar dengan melihat contoh, dia belajar jalan, membuka pintu, menyalakan televisi, semuanya melihat.
Proses belajar seperti ini masih berlanjut pada kehidupan kita orang dewasa. Jadi jangan anggap sepele dalam sikap dan perilaku kita untuk memberikan contoh yang baik untum pendidikan karakter anak.
2. Mengatakan dan Melakukan
Ini terkait dengan peraturan dan sistem yang berlaku di lingkungan belajar pendidikan karakter (sekolah dan rumah). Bagaimana peraturan di sekolah dan di rumah selaras dengan tujuan pendidikan karakter.
Baiklah saya akan memberi contoh, di Indonesia, di Surabaya khususnya saya masih bisa memberhentikan angkutan umum sembarangan. Dimana saya melihat ada angkutan umum, saya tinggal mengangkat tangan saja maka angkutan umum itu akan berhenti.
Hal ini bisa berlaku di Surabaya, tetapi tidak di Singapura. Jika saya pindah ke Singapura maka saya tidak bisa seenaknya saja memberhentikan angkutan umum, ada tempat khusus dimana angkutan umum tersebut mau berhenti. Maka perilaku saya akan berubah mengikuti aturan yang berlaku, saya akan ke halte jika mau naik kendaraan umum.
Jadi dalam pendidikan karakter juga diperlukan setting semacam ini juga, setting lingkungan untuk mendukung perilaku melakukan yang akhirnya akan terbiasa. Seperti ada pepatah “bisa karena biasa” sama seperti halnya aturan baru dalam berlalu lintas.
Belakangan ini banyak aturan baru sehingga jalan yang biasanya bisa 2 arah hanya menjadi satu arah untuk keefektifan pengguna jalan, dan menghindari kemacetan. Jika kita melanggar maka akan ditilang. Pertama mungkin terasa berat, namun setelah 1 bulan sudah biasa, tidak ada beban lagi.
Manusia adalah makhluk yang mudah beradaptasi, mungkin awalnya terasa berat, tetapi jika dijalankan terus menerus maka lama-lama terbiasa. Dalam melakukan pola ini jangan lupa memberikan konsekuensi jika melanggar, tentunya konsekuensi yang mendidik dan tidak merusak harga diri anak. Contoh, jika melanggar maka mainan kesukaan anak akan disita selama 2 hari.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orangtua yang terjebak pada rutinitas yang padat.
Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut “digugu lan ditiru”, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Ingin tahu tipe kepribadian anda? Yuk coba tes kepribadian ini.
Semoga bermanfaat.
Baca: Peran Pendidikan Karakter Dalam Melengkapi Kepribadian
Guru itu bisa diibratkan mesin pencetak.
Terima kasih, bagi saya sebagai guru SD artikel “Siapakah Guru Pendidikan Karakter?” ini sangat berguna sekali.
Semoga Guru Indonesia semakin maju.
Salam
Setuju sekali dengan artikel ini, bagaimanapun pembentukan karakter sangat penting dalam membentuk jati diri seseorang, dan orangtua menjadi guru pendidikan karakter.
Salam,
Ya, guru yang paling berpengaruh adalah orangtua yang dekat dengan anaknya dalam arti bukan orangtua yang sebenarnya, melainkan yang dianggap orangtua bagi anak, apalagi jaman sekarang bisa jadi anak meniru karakter pegasuhnya daripada orangtuanya sendiri, karena itu mungkin pendidikan karakter harus ada bagi para pengasuh anak-anak,mudah-mudahan anak-anak kita akan memiliki karater yang cerdas baik secara spritual maupun intelektual.
Terima kasih untuk artikel ini
Setuju sekali cuy. Setiap orang pasti punya kesalahan tetapi yang paling penting bagaimana menyikapinya dan tidak akan pernah mengulanginya lagi.
Salam kenal empunya blog.
Ya, guru pendidikan karakter adalah orangtua, guru dan lingkungan. Oleh sebab itu mari menerapkan pendidikan karakter secara sistematis dan berkelanjutan sehingga anak akan cerdas emosi dan akhirnya menjadi cerdas intelektual.
Terima kasih untuk artikel ini.