Pendidikan Anak Adalah Tanggung Jawab Orangtua

Pendidikan Anak adalah Tanggung Jawab Orangtua

Banyak orangtua yang menjadikan sekolah sebagai tumpuan satu-satunya bagi pendidikan anak-anak mereka. Bahkan, tidak sedikit yang seolah telah membebaskan dirinya dari kewajiban mendidik anak-anaknya, setelah ia memasukkan anaknya ke sekolah.

Segala sesuatu diserahkan ke sekolah. Ibarat orang mengirim pakaian kotor ke binatu / laundry, cukup membayar lalu menerima hasilnya saja, berupa pakaian bersih. Tidak sedikit pula yang kecewa dengan pihak sekolah, tetapi tidak sanggup berbuat apa-apa.

Perbedaan pandangan itu bisa saja menjadi sumber konflik dengan anak. Ingat, tanggung jawab pendidikan anak ada pada kita, bukan pada sekolah. Bagaimana pun juga, sekolah hanya pembantu kita dalam pendidikan.

Dalam mendidik anak diperlukan berbagai macam cara dan strategi agar mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat yang telah diberikan. Orangtua haruslah sepakat tentang bagaimana metode dan pola yang akan diberlakukan dalam keluarga terutama anak-anak.

Mereka adalah mahluk yang sangat mudah mengcopy apapun dalam hidup ini, sehingga kita perlu waspada dan berhati-hati dalam mendidiknya. Berikut metode mendidik anak yang diambil dari hukum komunikasi efektif :

1. Respect (Menghargai/Menghormati)

Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita mendidik anak. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang.

Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.

Mendidik anak seyogyanya dilakukan degan menghormati anak dengan menganggap seolah-olah sebagai orang dewasa yang dapat diajak berbicara, diskusi, musyawarah dan mengambil keputusan. Kebiasaan orangtua adalah mereka tidak mau ribet dan mau sesuatu dengan cepat dan instan, padalah anak butuh proses dalam menentukan pilihan meskipun terkesan lambat, tetapi hargailah bahwa itu adalah cara terbaik untuk anak-anak belajar bertanggung jawab.

2. Empathy

Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.

Telinga kita ada dua dan mulut Cuma satu, maka seyogyanya kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sebagai orangtua kita dapat menjadi contoh sekaligus mengajarkan Empathy kepada anak-anak kita. Cara paling mudah dilakukan dengan mengajak anak-anak berkunjung ke YPAC, Rumah Singgah, Kampung Pemulung, dan sebagainya.

Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan jiwa empathy dan sosial anak sejak dini sehingga diharapkan mereka mampu menyelami berbagai macam karakter manusia yang ada baik yang sempurna maupun yang istimewa.

3. Audible

Makna dari audible antara lain, dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Dalam mendidik anak seyogyanya harus dua arah, karena jika searah yang terjadi adalah maunya orangtua.

Padahal kita diamanahi anak untuk dapat menjadi fasilitator dalam membuka “pesan” yang telah dititipkan dalam setiap diri anak-anak kita. Yang terjadi saat ini adalah keegoisan orangtua yang sudah merampas impian anak-anak sehingga mereka tidak dapat bertumbuh sesuai dengan talenta terbaik yang sudah diberikan.

Jadi orangtua harus menjadi pendengar yang baik bagi anak-anaknya dan menjadi sahabat dalam mendengarkan setiap keluh kesahnya. Hal ini dapat dilatih sejak anak masih balita tentunya dengan bahasa yang sederhana.

4. Clarity

Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan.

Kedua orangtua harus sepakat dalam tujuan menyekolahkan anak, sehingga ketika ada masalah orangtua juga bertanggung jawab penuh terhadap akibat yang ada dari setiap masalah yang muncul dalam proses pendidikan.

Jika orangtua hanya terima beres dan berorientasi pada akademik semata, maka lebih baik anak dimasukan ke dalam bimbingan belajar saja. Tujuan pendidikan haruslah mampu menciptakan karakter dan moral yang lebih baik dengan bersandar pada nilai-nilai agama, budaya, adat istiadat dan hukum alam yang berlaku.

Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam mewujudkan hal tersebut, dengan tentunya didukung penuh oleh trilogi pendidikan yaitu Guru, Orangtua, dan Masyarakat.

5. Humble

Hukum kelima dalam mendidik anak adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Kita adalah pengendali muatan pendidikan anak-anak kita. Sekolah hanyalah pembantu.

Dalam makna lain, sekolah adalah lingkungan yang memberi pengaruh pada anak-anak kita. Selain sekolah, teman-teman mereka, tetangga, media massa, media sosial, dan lain-lain. Semua memberikan pengaruh. Sebagai penanggung jawab pendidikan, kita mengendalikan pengaruh itu.

Anak-anak tidak mungkin kita isolasi dari pengaruh. Tetapi kita mengendalikan dampaknya. Itulah peran kita sebagai pengendali. Praktisnya bagaimana? Terlibatlah, jangan lepas tangan seperti orang mengirim baju kotor ke binatu.

Dampingi anak-anak belajar. Perbanyak waktu untuk berinteraksi dengan anak, sehingga kita tahu perkembangan pemahaman dan pikiran, serta tindak tanduk mereka. Jangan sampai terjadi, anak lepas dari pantauan kita. Kita baru sadar saat anak sudah jauh, dan kita tak sanggup lagi meraihnya.

Semoga bermanfaat.

Ingin tahu tipe kepribadian anda? Yuk coba tes kepribadian ini GRATIS!

Baca: Bagaimana Mindset Dapat Mempengaruhi Hidup Seseorang