Mengapa Anak Tidak Mendengarkan Orangtua?

Mengapa Anak Tidak Mendengarkan Orangtua?

Salah satu pertanyaan paling umum yang sering ditanyakan oleh setiap orangtua adalah “Kenapa anak sewaktu kecil akan menurut saat dikasih tahu, tetapi begitu beranjak remaja dia selalu bandel, bahkan lebih nurut sama teman-temannya?”

Tentu yang bertanya seperti itu hampir sebagian besar adalah orangtua yang haus kasih sayang anak bukan? Apa tidak terbalik? (Marilah kita coba jujur pada diri sendiri). Tidak ada yang salah dengan pernyataan tersebut.

Bagaimana perasaan kita apabila bicara tetapi ternyata tidak dianggap oleh orang terdekat kita (anak)? Jengkel, marah, dan sebel, bukan? Itu artinya ada yang berbuat tidak adil terhadap kita. Kenapa? Karena kita mengharapkan timbal balik dari apa yang selama ini kita lakukan, merasa punya otoritas tapi tidak bisa digunakan.

Saat anak mendengar dan menuruti apa yang kita katakan maka perasaan cinta dan sayang kita tumbuh, benar bukan? Jadi, tidak salah bila ini sama artinya dengan banyak orangtua yang haus akan kasih sayang anak.

Kita akan belajar dari satu pertanyaan di atas dan aspek apa yang dibutuhkan agar komunikasi antara orangtua dan anak terjalin dengan baik. Secara umum ada dua aspek yang akan dibahas, yaitu :

1. Aspek Emosi Anak

Penyebab anak lebih mudah dipengaruhi, menurut, dan berkomitmen kuat dengan temannya adalah karena adanya perasaan diterima. Ketika bersama dengan teman-temannya, mereka merasa bagian dari kelompok. Agar diterima dalam kelompok, mereka akan menuruti apa pun yang dikatakan teman-teman mereka, walaupun tidak masuk akal atau bahkan mungkin merusak.

Misalnya ajakan untuk merokok atau menganggu anak lain. Dengan cara itu, mereka akan dikagumi meski dengan cara yang salah, oleh kelompok atau geng mereka sendiri. Menjadi keren dan terlihat hebat adalah hal yang sangat penting bagi remaja karena dorongan terkuat mereka saat itu adalah merasa penting dan mendapat pengakuan.

Di sisi lain, banyak anak tidak suka mendengar perintah orangtua karena orangtua umumnya cenderung mendikte. Dalam pikiran anak, mereka merasa dengan mendengarkan orangtua berarti mereka di pihak yang kalah dan orangtualah pemenangnya.

Dengan melakukan perintah orangtua, mereka merasa menjadi pribadi yang “tidak penting” sebaliknya dengan membangkang mereka merasa menjadi “lebih penting” karena sudah memenangkan pertarungan.

Hal ini berbeda dengan anak yang berprestasi di sekolah. Mereka memiliki rasa percaya diri dan tidak mudah terpengaruh oleh teman sebaya, karena mereka adalah anak yang diterima, dicintai, dan diakui oleh orangtuanya. Karena saat di rumah semuanya sudah terpenuhi, mereka tidak akan mencari-cari lagi pengakuan dari dunia luar.

Lalu bagaimana cara memenuhi kebutuhan emosi anak jika berada di rumah? Model komunikasi seperti apa yang harus dilakukan? Berikut penjelasan tentang hal apa saja yang diperlukan untuk memperbaiki komunikasi kita dengan anak :

  • Gunakan kata “minta” saat kita membutuhkan anak melakukan sesuatu. Dengan menggunakan kata minta, artinya kita menghargai anak, dan ini sangat penting
  • Pastikan selalu menatap mata anak saat kita berkomunikasi dengannya. Mata menunjukkan keseriusan dan penghargaan terhadap lawan bicara. Dengan menatap matanya, membuat anak merasa penting dan diakui.
  • Jadilah pendengar yang baik jika anak sedang berbicara. Dengan mendengar saja, anak sudah merasa orangtuanya adalah orang yang mau mengerti akan dirinya, walaupun anda belum memberi solusi. Dengan mendengar anak berbicara maka kita sudah membantu anak untuk melepas beban emosi yang mengganggunya.
  • Cintai anak dengan caranya dia mencintai. Perhatikan, apakah dia memberi perhatian berlebih, apa dia suka memberi sentuhan, hadiah, dan lain-lain. Karena itu adalah senjata pemungkas orangtua dan dengan cara yang sama kita belajar mencintai dia dengan caranya, bukan dengan cara kita.

2. Komunikasi Berdasarkan Mekanisme Pikiran

Pikiran manusia selalu memproses informasi yang dominan. Maksudnya, pikiran manusia tidak mengenal kata tidak, jangan, atau apa pun kalimat negatif.

Seandainya kita membayangkan buah apel, apa yang ada dalam pikiran kita? Gambar buah apel bukan? Nah, sekarang kita tidak boleh dan jangan coba-coba untuk membayangkan sebuah apel. Namun apa yang terjadi? Buah apel tetap muncul di pikiran kita bukan? Padahal kita sudah dilarang untuk membayangkannya.

Itulah sifat pikiran. Pikiran manusia tidak bisa memroses instruksi berupa kalimat negatif. Inilah maksud dari pikiran hanya memroses informasi yang bersifat dominan.

Sekarang mari kita introspeski diri, bagaimana cara kita berkomunikasi dengan anak selama ini? Apakah kita lebih banyak menggunakan kata larangan? Yang pada akhirnya tetap dilanggar oleh anak bukan?

Kini tentunya kita sudah tahu bagaimana menggunakan aturan berkomunikasi yang baik. Gunakan Direct Communication, katakan apa yang ingin kita utarakan secara langsung. Contohnya, untuk menyampaikan “Kamu tidak boleh pulang malam!” sebaiknya katakan “Kamu harus pulang jam 7 malam ya.”

Semoga bermanfaat.

Ingin tahu tipe kepribadian anda? Yuk coba tes kepribadian ini GRATIS!

Baca: 8 Ciri Anak Hiperaktif Yang Wajib Diketahui Orangtua