Kenali 8 Jenis Kecerdasan Anak Yang Sering Diabaikan Orangtua

Kenali 8 Jenis Kecerdasan Anak Yang Sering Diabaikan Orangtua

Apakah anda mempunyai anak yang sangat pintar menggambar atau membuat karya seni? Atau mungkin anak yang sangat berprestasi di bidang olahraga? Anak ini dapat melakukan gerakan-gerakan yang cukup sulit dilakukan oleh orang lain dengan mudahnya.

Atau mungkin anda mempunyai anak yang sangat pintar dan berbakat di bidang musik? Anak ini dapat memainkan alat musik dengan sangat baik, atau bahkan sangat pintar mengolah vokal dan suaranya sangat enak didengar.

Mungkin anda mempunyai anak yang sangat pintar dalam berhitung, atau yang lain mungkin senang sekali mengarang cerita atau puisi. Atau anak anda memiliki kemampuan yang baik dalam menganalisis, atau mempunyai kemampuan memimpin dan mampu menjadi contoh yang baik?

Dari semua contoh di atas, menurut anda manakah yang paling cerdas? Sebenarnya tidak ada satupun yang lebih cerdas daripada yang lain. Semua sama cerdasnya. Hanya saja mereka mempunyai kecerdasan di bidang yang berbeda.

Saat lahir seorang anak telah mempunyai 100 milyar sel otak aktif dan 900 milyar sel otak pendukung. Jumlah sel otak yang sedemikian banyak hanya merupakan potensi kecerdasan.

Potensi ini perlu dikembangkan secara sistematis. Kecerdasan mulai berkembang dengan terjadinya koneksi antar sel otak. Koneksi antar sel ini akan semakin bertambah apabila anak mendapat stimulasi yang cukup dari lingkungan.

Kontribusi IQ dalam menentukan keberhasilan seseorang hanya berkisar 10% karena sisanya yang 90% ditentukan oleh EQ (kecerdasan emosi). IQ berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis, sedangkan EQ terkait dengan kemampuan pengendalian diri, penguasaan dan pemanfaatan emosi.

Tes IQ hanya menguji dua jenis kecerdasan saja, yaitu kecerdasan logika-matematika dan linguistik serta sedikit kecerdasan visual-spasial. Karena itu hasil tes ini tidak bisa dijadikan acuan keberhasilan hidup anak. Selain itu tes IQ juga tidak bisa menguji kecerdasan emosional dan spiritual.

Hal ini menjawab pertanyaan mengapa ada begitu banyak orang yang sangat pintar (ber-IQ tinggi) namun prestasinya biasa-biasa saja. Hal ini disebabkan karena emosi mengalahkan logika. Dengan kata lain, kemampuan berpikir seseorang lebih ditentukan oleh kondisi emosinya daripada sebaliknya.

Teori tentang kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligences pertama kali dikemukakan oleh Howard Gardner pada tahun 1983 melalui bukunya yang berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligence. Menurut Gardner manusia mempunyai 8 jenis kecerdasan, yaitu:

  1. Kecerdasan Linguistik
  2. Kecerdasan Logika-Matematika
  3. Kecerdasan Intrapersonal
  4. Kecerdasan Interpersonal
  5. Kecerdasan Musikal
  6. Kecerdasan Visual-Spasial
  7. Kecerdasan Kinestetik
  8. Kecerdasan Naturalis

1. Kecerdasan Linguistik

Kecerdasan Linguistik

Seorang anak dengan kecerdasan linguistik yang berkembang baik mampu mendengar dan memberikan respons pada kata-kata yang diucapkan dalam suatu komunikasi verbal. Mereka juga mampu menirukan suara, mempelajari bahasa, serta mampu membaca dan menulis karya orang lain.

Anak dengan kecerdasan ini dapat belajar melalui pendengaran, bahan bacaan, tulisan, dan melalui diskusi atau debat. Mereka mampu mendengar dengan efektif, serta mengerti dan mengingat apa yang telah didengar. Juga mampu membaca dan mengerti apa yang dibaca.

Selain itu mereka juga mampu berbicara dan menulis dengan efektif, mempelajari bahasa asing, dan mampu meningkatkan kemampuan bahasa yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari.

Anak dengen kecerdasan linguistik biasanya tertarik pada karya jurnalisme, berdebat, berbicara, menulis, menyampaikan suatu cerita atau melakukan perbaikan pada karya tulis. Mereka memiliki kemampuan menceritakan dan menikmati humor.

Kecerdasan linguistik tidak hanya meliputi kemampuan menulis atau membaca. Tetapi kecerdasan ini juga mencakup kemampuan berkomunikasi. Dalam buku Silent Message karya Albert Mehrabian dikatakan bahwa kita berkomunikasi dengan menggunakan tiga komponen.

Tiga komponen itu adalah kata yang digunakan, suara atau intonasi nada yang digunakan saat mengucapkan kata-kata tersebut, dan bagaimana kita menggunakan ekspresi wajah dan bahasa tubuh untuk menegaskan apa yang kita sampaikan.

Dari ketiga komponen itu ternyata pemilihan kata menempati urutan paling kecil dalam hal efektifitas, yaitu hanya 7%. Nada suara atau intonasi menempati urutan Yaitu 38%, dan yang paling berpengaruh adalah ekspresi wajah dan bahasa tubuh, yaitu sebesar 55%.

Komunikasi yang baik tidak hanya berbicara, tetapi juga perlu melatih keahlian mendengar. Seringkali keahlian ini diabaikan dalam komunikasi. Karena umumnya orang cenderung lebih suka berbicara daripada mendengar.

Kesulitan komunikasi biasanya berawal dari sini. Manusia mempunyai dua buah telinga dan satu mulut. Karena itu untuk bisa berkomunikasi dengan maksimal, gunakanlah indra ini sesuai proporsinya, yaitu lebih banyak mendengar daripada berbicara.

2. Kecerdasan Logika-Matematika

Kecerdasan Logika-Matematika

Seorang anak dengan kecerdasan logika-matematika yang berkembang baik mampu mengamati objek yang ada di lingkungan dan mengerti fungsi dari objek tersebut. Mereka mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu, dan prinsip sebab-akibat.

Anak dengan kecerdasan ini senang menguji hipotesis yang ada. Mereka senang menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan objek yang konkret, serta memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah yang menuntut pemikiran logis.

Selain itu mereka juga mampu mengamati dan mengenali pola serta hubungan. Mereka sangat menikmati pelajaran yang berhubungan dengan operasi yang rumit seperti kalkulus, pemrograman komputer, metode riset, atau menggunakan teknologi untuk memecahkan persoalan matematika.

Anak dengan kecerdasan logika-matematika akan berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti bukti, membuat hipotesis, merumuskan, dan membangun argumentasi yang kuat. Mereka biasanya tertarik dengan karier di bidang akuntansi, teknologi, hukum, mesin, dan teknik.

Banyak orang salah mengerti mengenai kecerdasan ini. Kebanyakan orang berpikir bahwa kecerdasan logika-matematika semata-mata hanya berhubungan dengan kemampuan berhitung.

Padahal kecerdasan ini sebenarnya mempunyai beberapa aspek, yaitu kemampuan melakukan perhitungan matematis, kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, pola pikir deduksi dan induksi, serta kemampuan mengenali pola dan hubungan.

Walaupun kecerdasan logika-matematika ini sangat penting, namun tidak berarti kecerdasan ini lebih unggul daripada kecerdasan lainnya. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan pada setiap jenis kecerdasan terdapat proses logika dan metode pemecahan masalah yang spesifik, khusus untuk masing-masing kecerdasan.

Setiap kecerdasan mempunyai mekanisme pengurutan, prinsip-prinsip, sistem operasi, dan media yang tidak dapat diungkapkan oleh kecerdasan logika-matematika ini.

3. Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan Intrapersonal

Seorang anak dengan kecerdasan intrapersonal yang berkembang baik mampu menyadari dan mengerti arti emosi pada dirinya sendiri dan orang lain. Mereka mampu mengungkapkan dan menyalurkan perasaan dan pikirannya, serta mengembangkan konsep diri yang baik dan benar.

Anak dengan kecerdasan ini akan termotivasi untuk menentukan dan mengejar suatu tujuan hidup. Mereka hidup dengan sistem nilai yang sesuai dengan etika, dan mampu bekerja secara mandiri.

Selain itu mereka sangat tertarik dengan pertanyaan arti hidup, tujuan hidup, dan relevansinya dengan keadaan saat ini. Mereka mampu mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan dan meningkatkan diri.

Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya tertarik menerjuni karier sebagai pelatih, konselor, filsuf, psikolog, atau memilih jalur spiritual. Mereke mampu menyelami dan mengerti kerumitan suatu pribadi dan kondisi manusia pada umumnya.

Dalam diri setiap manusia terdapat kualitas diri seperti motivasi, keteguhan hati, keuletan, etika, integritas, nilai hidup, empati, dan keyakinan bahwa berbuat baik untuk orang lain merupakan tindakan atau hal yang benar.

Kita bersandar pada kekuatan ini untuk bisa memahami diri kita sendiri, mengerti orang lain, membuat rencana, membayangkan sesuatu, dan memecahkan masalah yang kita hadapi dalam hidup.

M

Kecerdasan intrapersonal sudah mulai terbentuk dan berkembang sebagai gabungan dari unsur keturunan, lingkungan, dan pengalaman hidup. Orangtua, keluarga, lingkungan, dan guru di sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam membangun kecerdasan intrapersonal anak.

Kecerdasan intrapersonal meliputi pikiran dan perasaan seorang anak. Dengan memberikan lingkungan yang positif dan bersifat membangun, maka anak akan memperoleh suatu pondasi untuk mengembangkan diri menjadi seorang manusia yang utuh, baik secara intelektual, emosional, dan fisik.

4. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan Interpersonal

Seorang anak dengan kecerdasan interpersonal yang berkembang baik mampu membentuk dan mempertahankan suatu hubungan sosial. Mereka dapat berinteraksi dengan orang lain, serta dapat mengenali dan menggunakan berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain.

Anak dengan kecerdasan ini mampu mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain. Mereka turut serta dalam upaya bersama dan mengambil berbagai peran yang sesuai, mulai dari menjadi seorang pengikut hingga menjadi seorang pemimpin.

Selain itu mereka dapat mengamati perasaan, pikiran, motivasi, perilaku, dan gaya hidup orang lain. Mereka dapat berkomunikasi dengan efektif baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal, serta mengembangkan keahlian untuk menjadi penengah dalam suatu konflik, dan mampu bekerja sama dengan orang yang mempunyai latar belakang beragam.

Anak dengan kecerdasan interpersonal biasanya tertarik menekuni bidang yang berorientasi dengan orang lain seperti menjadi pengajar, konseling, manajemen, atau politik. Mereka cenderung peka terhadap perasaan, motivasi, dan keadaan mental seseorang.

Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan memahami orang lain, mengerti kondisi pikiran atau suasana hati yang berbeda, sikap atau temperamen, motivasi dan kepribadian.

Kecerdasan ini juga meliputi kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan suatu hubungan. Seorang anak dengan kecerdasan interpersonal yang baik akan suka sekali berinteraksi dengan anak lain yang seusianya.

Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kawannya dan biasanya sangat menonjol dalam melakukan kerja kelompok. Kecerdasan interpersonal yang berhasil dikembangkan dengan baik akan sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya setelah mereka menyelesaikan pendidikan formalnya.

5. Kecerdasan Musikal

Kecerdasan Musikal

Seorang anak dengan kecerdasan musikal yang berkembang baik mampu mendengarkan dan memberikan respons yang baik terhadap berbagai jenis suara. Mereka akan menikmati dan mencari kesempatan untuk bisa mendengarkan musik atau suara alam.

Anak dengan kecerdasan ini dapat mengerti nuansa dan emosi yang terkandung dalam suatu musik. Mereka biasanya senang mengumpulkan musik dalam bentuk rekaman maupun dalam bentuk tulisan atau cetak.

Selain itu mereka juga mampu bernyanyi atau bermain alat musik dengan baik, pandai menggunakan kosakata dan notasi musik, serta senang melakukan improvisasi dan bermain dengan suara. Dengan kata lain mereka mampu menciptakan komposisi musik, dan melakukan analisis terhadap suatu musik.

Anak dengan kecerdasan musikal biasanya tertarik menerjuni karier sebagai penyanyi, pemain musik, produser, guru musik, konduktor, atau teknisi musik.

Kecerdasan musikal adalah jenis kecerdasan yang paling awal berkembang. Sejak bayi masih dalam kandungan, bayi sudah belajar mendengarkan suara detak jantung dan suara ibunya.

Banyak filsuf terkenal yang memasukkan musik sebagai komponen yang sangat penting dalam proses pendidikan. Plato mengatakan bahwa ritme dan harmoni akan masuk ke dalam jiwa manusia dan akan berdiam di sana, membuat pikiran serta tubuh menjadi serasi.

Konfusius mengatakan bahwa pengaruh musik terhadap manusia mempunyai efek personal dan politik. Pada zaman abad pertengahan dan masa renaisans, musik merupakan salah satu pilar dari empat pilar pendidikan lainnya. Tiga pilar lainnya adalah geometri, astronomi, dan aritmatika.

Dalam satu survei yang dilakukan di 17 negara terhadap prestasi murid setingkat SMP di bidang sains, yang menjadi juara adalah Hongaria, Jepang, dan Belanda. Ketiga negara ini ternyata memasukkan mata pelajaran musik dengan sangat intensif ke dalam kurikulum pendidikan mereka.

5. Kecerdasan Visual-Spasial

Kecerdasan Visual-Spasial

Seorang anak dengan kecerdasan visual-spasial yang berkembang baik dapat belajar hanya dengan cara melihat dan mengamati. Mereka dapat mengenali wajah, objek, bentuk, dan warna, serta mampu mengenali suatu lokasi dan mencari jalan keluar.

Anak dengan kecerdasan ini mampu mengamati dan membentuk gambaran mental, serta berpikir dengan menggunakan gambar. Mereka menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat.

Selain itu mereka juga senang belajar dengan menggunakan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual. Mereka biasanya suka mencoret-coret, menggambar, melukis, dan membuat patung, serta menyusun atau membangun permainan tiga dimensi.

Secara mental mereka mampu mengubah bentuk suatu objek. Mereka bisa dikatakan mempunyai kemampuan imajinasi yang baik dan mampu melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda. Mereka mampu menciptakan representasi secara visual atau nyata dari suatu informasi.

Anak dengan kecerdasan visual-spasial biasanya tertarik menerjuni karier sebagai arsitek, desainer, pilot, perancang pakaian, dan karier lain yang banyak menggunakan kemampuan visual.

Kecerdasan visual-spasial meliputi kumpulan dari berbagai keahlian yang saling terkait. Keahlian ini meliputi kemampuan membedakan secara visual, mengenali bentuk dan warna, gambaran mental, daya pikir ruang, manipulasi gambar, dan duplikasi gambar baik yang secara mental maupun yang berasal dari luar.

Kecerdasan visual-spasial ini memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan para ilmuwan dan orang terkenal. Albert Einstein menemukan teori relativitas bukan diawali dengan menggunakan persamaan matematika, tetapi dengan menggunakan kecerdasan visual-spasialnya.

Ia membayangkan dirinya duduk di ujung cahaya dan berjalan dengan kecepatan cahaya. Kekuatan kecerdasan visual-spasial Einstein menjadi landasan penemuan teori relativitas. Setelah itu barulah Einstein menjabarkan teorinya ini dengan menggunakan persamaan matematika.

Demikian juga dengan Leonardo da Vinci. Semua karya besarnya diawali dengan gambaran mental yang ia buat di dalam pikirannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Michael Faraday dan Nikola Tesla.

Malah Nikola Tesla lebih hebat lagi. Ia merancang, membuat, dan menjalankan generator induksi hanya dengan menggunakan pikirannya. Ia juga dapat memeriksa komponen yang aus dan rusak dari mesin yang ia jalankan di dalam pikirannya.

Hebatnya lagi, semua hasil penelitian yang ia lakukan ternyata sama persis dengan hasil penelitian yang menggunakan mesin yang sesungguhnya. Kemampuan untuk merencanakan sesuatu di masa yang akan datang, misalnya merencanakan masa depan, juga termasuk kecerdasan visual-spasial.

6. Kecerdasan Kinestetik

Kecerdasan Kinestetik

Seorang anak dengan kecerdasan kinestetik yang berkembang baik suka memegang, menyentuh, atau bermain dengan apa yang sedang dipelajari. Mereka mempunyai koordinasi fisik dan ketepatan waktu yang baik.

Anak dengan kecerdasan ini sangat suka belajar dengan terlibat secara langsung. Ingatannya kuat terhadap apa yang dialami daripada apa yang dikatakan atau dilihat. Mereka menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field-trip, membangun model, role play, permainan, atau olahraga.

Selain itu mereka mampu menunjukkan kekuatan dalam kegiatan yang membutuhkan gerakan otot kecil maupun otot utama, dan mempunyai kemampuan untuk menyempurnakan gerakan fisik dengan menggunakan penyatuan pikiran dan tubuh.

Mereka juga mampu menciptakan pendekatan baru dengan menggunakan keahlian fisik seperti dalam menari, olahraga, atau aktifitas fisik lainnya. Serta menunjukkan keseimbangan, keindahan, ketahanan, dan ketepatan dalam melakukan tugas yang mengandalkan fisik.

Anak dengan kecerdasan kinestetik biasanya menunjukkan minat pada karier sebagai atlet, penari, dokter bedah, atau sebagai tukang. Mereka mngerti dan hidup sesuai standar kesehatan.

Kecerdasan kinestetik dan proses belajar yang didasarkan pada kecerdasan ini seringkali diabaikan atau bahkan tidak dihargai di sistem pendidikan kita. Sistem sekolah kita beranggapan bahwa kecerdasan linguistik dan logika-matematika jauh lebih berharga.

Paradigma ini bahkan telah tertanam di dalam benak para pendidik, orangtua, maupun murid sendiri. Howard Gardner sendiri mengakui bahwa saat ini telah terjadi ketidakseimbangan dalam metode pendidikan.

Ketidakseimbangan ini terjadi karena sekolah memisahkan antara unsur pikiran dan tubuh dalam proses belajar. Padahal, menurut tradisi Yunani, pendidikan harus melibatkan pikiran, emosi, dan tubuh fisik agar tercapai hasil pendidikan yang efisien dan maksimal.

Kecerdasan kinestetik tidak hanya meliputi gerakan tubuh semata, melainkan juga meliputi kemampuan untuk menggabungkan fisik dan pikiran untuk menyempurnakan suatu gerakan.

Orang yang telah berhasil melatih dan mengembangkan kecerdasan kinestetik mereka antara lain aktor, penari, ahli bela diri, dokter bedah, atlet, mekanik, penemu, dan siapa saja yang bekerja dengan menggunakan anggota tubuhnya secara ahli.

Kecerdasan kinestetik ini merupakan dasar dari pengetahuan manusia karena pengalaman hidup kita rasakan dan alami melalui pengalaman yang berhubungan dengan gerakan dan sensasi pada tubuh fisik.

8. Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan Naturalis

Seorang anak dengan kecerdasan naturalis yang berkembang baik akan senang menjelajahi lingkungan alam dan lingkungan manusia dengan penuh ketertarikan dan antusiasme. Mereka suka mengamati, mengenali, berinteraksi, atau pedul dengan objek, tanaman, atau hewan.

Anak dengan kecerdasan ini mampu menggolongkan objek sesuai dengan karakteristik objek tersebut. Mereka mampu mengenali pola di antara spesies atau kelas dari objek.

Selain itu mereka juga suka menggunakan peralatan seperti mikroskop, binokular, teleskop, dan komputer untuk mempelajari suatu organisme atau sistem. Mereka senang mempelajari siklus kehidupan flora atau fauna, dan ingin mengerti bagaimana sesuatu itu bekerja.

Anak dengan kecerdasan naturalis ini biasanya tertarik untuk berkarier di bidang biologi, ekologi, kimia, dan botani. Mereka suka mempelajari taksonomi tanaman dan hewan. Selain itu mereka juga senang memelihara tanaman atau hewan.

Howard Gardner menambahkan kecerdasan naturalis ini ke dalam daftar Multiple Intelligence pada tahun 1995. Semula Gardner memasukkan kecerdasan naturalis sebagai bagian dari kecerdasan logika-matematika dan kecerdasan visualspasial.

Namun, setelah mengamati lebih mendalam dan dengan menggunakan kriteria yang telah ia tetapkan, akhirnya Gardner memisahkan kecerdasan ini sebagai satu kecerdasan yang berdiri sendiri.

Kita semua menggunakan kecerdasan naturalis saat kita mengenali orang, tanaman, hewan, dan benda yang ada di sekeliling kita. Selain itu kita juga dapat mengamati pola-pola dalam interaksi dan perilaku seperti keadaan cuaca dan perubahan-perubahan yang terjadi pada tanaman dan hewan.

Kecerdasan ini berkembang sebagai kebutuhan untuk hempertahankan hidup di alam bebas. Dulu saat manusia hidup dari berburu dan mengumpulkan buah atau tanaman untuk dimakan, manusia harus mampu mengenali keadaan cuaca, jenis hewan yang berbahaya atau tidak, dan jenis tanaman atau buah yang bisa dimakan atau tidak.

Saat ini zaman telah berubah. Meskipun demikian, kecerdasan ini tetap terpelihara dengan baik, hanya bentuk aplikasinya yang agak berbeda. Penggunaan kecerdasan naturalis ini paling terlihat jelas dalam bidang ilmu biologi, botani, zoologi, dan entomologi. Ilmu ini mempelajari asal mula, pertumbuhan dan perkembangan, serta struktur makhluk hidup.

Meskipun Howard Gardner banyak berbicara mengenai kecerdasan spiritual namun hingga saat ini ia belum memasukkan kecerdasan spiritual ke dalam teorinya. Gardner tidak menggunakan istilah kecerdasan spiritual, ia menyebutnya sebagai kecerdasan eksistensial.

Alasan Gardner tidak menggunakan istilah kecerdasan spiritual karena makna kata spiritual sangat luas. Setiap aliran kepercayaan dan keyakinan memberikan makna yang berbeda pada arti kata spiritual.

Dengan memahami 8 jenis kecerdasan anak ini hendaknya dapat menyadarkan setiap orangtua bahwa kecerdasan anak itu tidak hanya diukur pada bidang eksak saja, tetapi mereka juga dapat memiliki kecerdasan di berbagai bidang yang lain.

Sayangnya sistem sekolah di Indonesia masih beranggapan bahwa kecerdasan linguistik dan logika-matematika jauh lebih berharga dari jenis kecerdasan yang lain. Paradigma ini bahkan telah tertanam di dalam benak para guru, orangtua, dan anak itu sendiri.

Mengenali jenis kecerdasan anak adalah langkah awal untuk mendukung minat dan bakat anak agar mereka dapat mengembangkan dirinya menjadi lebih baik lagi.

Semoga bermanfaat.

Ingin tahu tipe kepribadian anda? Yuk coba tes kepribadian ini GRATIS!

Baca : Apa Bedanya Mendidik Anak Laki-Laki dan Perempuan?