7 Cara Jitu Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak

7 Cara Jitu Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak

Anak yang memiliki rasa percaya diri tinggi cenderung lebih berhasil dalam melakukan apa yang mereka inginkan. Rasa percaya diri anak perlu dibangun sejak dini, karena membutuhkan proses bertahap.

Sebagian besar orangtua menginginkan anak-anak mereka untuk menjadi bahagia, penuh empati, percaya diri, memiliki harga diri yang tinggi dan unggul dalam bidang yang mereka geluti.

Diantara sifat-sifat yang diinginkan ini, rasa percaya diri anak menjadi salah satu fondasi yang paling penting untuk mewujudkannya. Jadi bagaimana cara membangun rasa percaya diri pada anak?

Berikut ini adalah 7 cara jitu untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak:

1. Evaluasi Pola Asuh

Evaluasi Pola Asuh

Idealnya setiap orangtua bersikap demokratis, memegang kendali namun tetap memberikan kebebasan anak untuk berpendapat. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.

Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua seperti ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan atau melampaui kemampuan anak.

Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Hasil dari pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang lain.

Kita tahu, bahwa persoalan anak adalah persoalan orangtua dan juga persoalan keluarga. Anak yang bermasalah akan mempengaruhi keseluruhan sistem keluarga, sebaliknya keseluruhan sistem keluarga atau pola asuh juga dapat berkontribusi terhadap persoalan pada anak.

Nah, pahami hal berikut dengan seksama. Sikap orangtua, akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kedekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut.

Anak akan merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di hadapan orangtuanya. Dan meskipun mereka melakukan kesalahan, dari sikap orangtuanya anak dapat melihat bahwa diri mereka tetaplah dihargai dan dikasihi.

Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya, namun karena eksisitensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap diri sendiri, seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.

Anak perlu diajarkan untuk memiliki rasa percaya diri, yaitu mempunyai perasaan teguh pada pendiriannya, tabah apabila menghadapi masalah, kreatif dalam mencari jalan keluar dan ambisi dalam mencapai sesuatu.

Mereka juga perlu diajarkan untuk mempunyai self respect (hormat pada diri sendiri) yaitu mempunyai perasaan yang konstruktif, hormat pada orang lain dan bersyukur pada apa yang dimilikinya.

Hal ini dapat diupayakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri serta rasa hormat diri pada anak oleh orangtua. Diantaranya adalah dengan mendorongnya untuk selalu berupaya, menerima kelebihan dan kekurangannya, dan memberikan pujian dan hadiah pada perilakunya yang mengarah pada rasa percaya diri dan rasa hormat dirinya tersebut.

2. Pujian Yang Tepat

Pujian Yang Tepat

Pujian memang baik untuk anak, namun jangan berlebihan. Jangan mengulang pujian pada anak yang sifatnya membangga-banggakan talenta dirinya. Seperti “Kamu adalah anak terpintar di sekolah” atau “Kamu adalah pebasket terhandal.”

Jangan memberikan pujian yang membuatnya terbebani untuk selalu menjadi yang terhebat. “Berikan pujian pada usahanya dalam meraih sukses, bukan pada talenta yang dimilikinya,” jelas Shari Young Kuchenbecker, PhD, asisten profesor psikologi di Chapman University, Orange, California.

Menurut penelitian di Columbia University, anak-anak merasa lebih senang dan mampu menghadapi tantangan ketika mereka mendapatkan pujian atas usahanya. Seperti dengan mengatakan, “Kamu bekerja keras” atau “Hebat, kamu bisa menyelesaikan tugas dengan baik.” Kata-kata motivasi lebih berbekas bagi anak-anak ketimbang pujian seperti “Ayah bangga denganmu nak.”

3. Agenda Sosialisasi

Agenda Sosialisasi

Masukkan jadwal sosialisasi dalam jadwal kegiatan anak. Anak sebaiknya tidak terlalu disibukkan dengan les privat sehingga membuat mereka lupa bermain dengan teman-temannya.

Pastikan anak mempunyai waktu untuk menambah koleksi teman dan berinteraksi dengan teman lama. Perhatikan lingkungan sosialisasi yang tepat buat anak, karena lingkungan sosialisasi yang salah dapat memberikan pengaruh buruk.

Pengaruh buruk yang seperti apa? Antara lain sikap lingkungan yang membuat kita takut untuk mencoba, takut untuk berbuat salah, semua harus seperti yang sudah ditentukan.

Karena ada rasa takut dimarahi inilah kita menjadi malas untuk melakukan hal-hal yang berbeda dari orang kebanyakan. Mau tunjuk tangan waktu guru memberikan pertanyaan di dalam kelas, takut! Nah perhatikan hal-hal tersebut, jangan-jangan anak kita sudah “keracunan” oleh hal tersebut.

Disamping itu, sering mengajak anak bermain dan bertemu dengan kerabat, sepupu, tetangga, bermain di taman bermain dan tempat keramaian lain juga sangat membantu anak.

Siapkan anak untuk menghadiri acara sosial yang akan segera diselenggarakan dengan menjelaskan latar belakang, ekspektasi, serta para hadirin yang kira-kira datang ke acara itu.

Kemudian, bantu anak berlatih bagaimana cara bertemu orang lain, tata krama di meja makan, keterampilan dasar berbicara, dan bagaimana cara mengucapkan salam perpisahan dengan anggun. Ini akan sangat membantu anak untuk menjadi lebih percaya diri.

Belajar atau melatihnya untuk peduli dan berbagi terhadap sesama merupakan cara yang baik untuk melatih kepercayaan diri anak. Dengan demikian mereka akan mempunyai kepekaan dan empati yang baik terhadap lingkungan sosialnya, sehingga merasa akan merasakan betapa hidup ini begitu berarti apabila bisa berbuat sesuatu yang positif.

4. Kenalkan Beragam Karakter

Kenalkan Beragam Karakter

Hal ini dapat dilakukan dengan membacakan cerita fiksi, mengenalkan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita tersebut, atau bisa juga menceritakan pengalaman berteman orangtua, kemudian membiarkan anak memperlajari tokoh-tokoh yang diceritakan dan minta anak untuk menceritakan kembali apa yang mereka dengar dan pahami dari karakter tokoh-tokoh tersebut.

Selain itu, melalui penerapan kegiatan bercerita ini dapat membiasakan anak untuk menjadi lebih terbuka dalam mengekspresikan rasa senang dan rasa tidak senangnya terhadap berbagai hal yang dialaminya, serta berani tampil di depan kelas.

Hal ini sesuai dengan hakikat belajar itu sendiri, yakni memperoleh perubahan perilaku yang bersifat permanen yang dapat bermanfaat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.

Dan tidak mungkin tercapai tanpa disertai upaya, motivasi serta kemauan orangtua untuk lebih memahami dan melaksanakan peranan, tugas dan fungsinya sebagai pengelola proses pembelajaran.

Melalui kegiatan bercerita, kepercayaan diri anak dapat ditingkatkan. Setelah diberi contoh dan dibiasakan, anak akan lebih percaya diri ketika bercerita di depan kelas dan mampu mengungkapkan pendapatnya dengan baik.

Anak tidak malu lagi saat bergabung dengan anak lain, dan mau berkomunikasi dengan anak lain, serta mengerjakan setiap kegiatan yang diberikan tanpa mengeluh. Hal ini akan membuat anak menjadi orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi dan tidak mudah menyerah serta putus asa sebelum mencoba suatu tantangan.

Agar penerapan kegiatan bercerita dapat dioptimalkan dengan baik maka materi harus disesuaikan dengan karakteristik anak, misalnya dalam pemilihan buku cerita yang akan digunakan, media yang digunakan harus lebih menarik perhatian anak sehingga anak tidak merasa bosan dengan kegiatan tersebut.

Selain dua hal di atas, penerapan kegiatan bercerita pun harus di dukung dengan suasana hati anak (mood) dan tempat sekitar untuk bercerita (hindari ruang berisik) yang mendukung proses kegiatan tersebut. Variasi kegiatan bercerita yang dilakukan mampu menarik perhatian anak untuk mengikuti kegiatan bercerita sampai akhir.

Dengan adanya penyajian dan pemberian kegiatan bercerita yang dilakukan dengan menggunakan berbagai media yang bervariasi (boneka peraga, sambil menggambar dan lain-lain) dapat melatih kepercayaan diri anak untuk melakukan setiap kegiatan baru tanpa adanya ketakutan dalam diri untuk mencoba.

5. Bermain Peran

Bermain Peran

Hal ini untuk melatih anak berkomunikasi interpersonal. Misalnya, bermain telepon-teleponan, orangtua sebagai penelpon, anak sebagai penerima. Atau bermain dengan bertamu ke rumah tetangga, atau orangtua sebagai tuan rumah, anak sebagai tetangga yang berkunjung.

Buat daftar berisi kalimat pembuka percakapan yang mudah digunakan anak untuk bercakap-cakap dengan berbagai kelompok orang, misalnya orang yang telah dikenalnya, orang dewasa yang belum pernah ditemuinya, teman lama yang jarang dijumpainya, anak baru di sekolah, atau anak yang sering bermain dengannya di taman bermain.

Setelah itu, ajaklah anak untuk berlatih menggunakan kalimat-kalimat tersebut sampai merasa terbiasa dan nyaman mengucapkannya. Salah satu trik yang dapat digunakan adalah mempraktekkan perbincangan via telepon dengan pendengar suportif di ujung lain. Dengan demikian, anak tidak akan merasa tertekan seperti jika melakukan pembicaraan tatap muka.

Philip Zimbardo, orang yang terkenal sebagai pakar dalam mengatasi rasa malu, merekomendasikan untuk memasangkan anak pemalu dengan anak yang lebih muda darinya untuk berlatih dalam periode singkat.

Ciptakan kesempatan bagi anak untuk bermain dengan anak lain yang lebih muda darinya, misalnya adik, sepupu, anak tetangga atau salah satu anak kenalan anda. Jika anak yang pemalu berusia remaja, coba menyuruhnya mengasuh anak kecil untuk mempraktekkan keahlian bersosialisasi yang enggan dipraktekkannya dengan anak-anak seusianya.

6. Biarkan Kesalahan Terjadi

Biarkan Kesalahan Terjadi

Apa maksudnya? Tentu sebagai orangtua kita seringkali mendapati anak kita frustasi karena belum berhasil memasangkan gambar puzzle, sehingga seringkali ditengah-tengah bermain tiba-tiba mereka menjerit dan bahkan menangis sendiri.

Apa yang perlu anda lakukan adalah dukunglah anak anda untuk mencoba sesuatu yang baru, selama hal tersebut tidak membahayakan dirinya, mengurangi campur tangan anda untuk menjadi problem solving dalam tantangan baru yang sedang dihadapinya.

Biarkan anak anda melakukan uji coba selama hal tersebut tidak membahayakannya. Jangan terburu mengatakan “Sini, biar mama saja yang buatin” karena hal ini akan membuat anak anda tidak belajar untuk mendiri dan percaya diri.

Anak yang tidak percaya diri sangatlah sensitif dengan hal ini, kesalahan dan kegagalan adalah hal yang paling menghantui mereka dan bisa menjadi trauma bagi mereka, bahkan memikirkan resiko saja sudah seperti mendengar cerita horor.

Kita sebagai orang dewasa sangat paham jika kegagalan adalah proses yang menjadi satu paket dengan sukses. Dan pahamilah, setiap manusia punya jatah gagal. Habiskan jatah gagal tersebut ketika masih muda. Persiapkan anak anda untuk menemuinya dan belajar serta berespon positif dari setiap kegagalannya.

Salah satu hal terberat bagi orangtua adalah melihat anak mereka merasa kalah dan akhirnya menyerah, betul? Mengutip kata-kata bijak dari Robert T. Kiyosaki.

“Di sekolah kita belajar bahwa kesalahan itu buruk dan kita dihukum karena membuat kesalahan. Tetapi, jika kita melihat bagaimana manusia dijadikan untuk belajar, kita belajar dari membuat kesalahan. Kita belajar berjalan saat terjatuh. Jika kita tidak pernah terjatuh, kita tidak akan pernah berjalan.”

Kunci lepas dari hambatan ini adalah cara nomor 1, pola asuh orangtua. Pahami dan terima anak apa adanya saat menemui kegagalan dan dukung terus sampai terbentuk “Mental Kebal” terhadap kegagalan. Kegagalan yang tidak diolah dengan baik oleh anak-anak sering kali berdampak menjadi trauma.

7. Pahami Kepribadian Anak

Pahami Kepribadian Anak

Inilah jebakan yang sering terlewatkan. Maksudnya? Setiap manusia yang lahir di dunia selalu dilengkapi dengan kepribadian (personality) dan kepribadian setiap manusia tidak bisa dipilih, karena sudah ada dari sananya.

Mengapa kita perlu membahas tentang tipe kepribadian manusia? Karena tipe kepribadian adalah bagian dari diri manusia yang sangat unik dimana kita memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk merespon segala sesuatu.

Dengan memahami kepribadian anak berarti kita telah menyingkat waktu kita untuk menebak-nebak, berusaha mengerti dan memahami anak kita. Kita bisa jauh lebih mudah untuk memahami seseorang anak dengan memperhatikan tipologi kepribadiannya.

Kepribadian ini membagi manusia menjadi empat golongan yaitu Koleris, Sanguinis, Plegmatis, dan Melankolis.

Untuk lebih jelasnya tentang tipe kepribadian ini, anda bisa langsung membacanya pada artikel Macam – Macam Kepribadian Anak.

Semoga bermanfaat.

Ingin tahu tipe kepribadian anda? Yuk coba tes kepribadian ini GRATIS!

Baca : Inilah 2 Penyebab Utama Rendahnya Rasa Percaya Diri Pada Anak